• SMP FULLDAY AL-MUHAJIRIN
  • One Precise Step Towards GREATness in The Future

Cerpen: Di Bawah Pohon Kersen

Penulis: M. Lendri Julian (GMP B. Inggris)
Website: www.mlendrijulian.com

Panas menyengat, tapi untungnya Muni sedang menikmati segelas minuman dingin di bawah pohon kersen. Suara glek-glekan orang haus terdengar dari kerongkongannya. Setelah air dingin itu memasuki lambungnya, dia mendesah, "ahh".

"Bu, segelas lagi!" Pinta Muni yang masih menyisakan dahaga. "Dunia sudah semakin panas, tanda kiamat sudah dekat!" Sambungnya. Sang ibu "bartender" hanya menyahutnya dengan senyuman. Segelas air dingin itu akhirnya datang jua. "Glek, glek, glek." Suara dari kerongkongannya kembali terdengar. Kembali ia mendesah, "ahh".

Terasa dahaganya telah hilang, segera ia menyalakan gawainya dan aplikasi YouTube dijalankannya. Di bawah naungan pohon kersen itu, dia putar lagu Jikalau dari band Naif. Semilir angin dari pohon itu menyentuh kulitnya. "Menunggu..." sepenggal lirik dari lagu itu dinyanyikannya. Muni yang sedang hanyut oleh alunan lagu itu pun memutuskan untuk merebahkan tubuhnya dan lalu ditatapinya buah-buah kersen yang merah, kecil, dan menggoda. Sayang tangannya tidak terbuat dari karet yang mampu memanjang untuk mengambil kersen-kersen itu.

"Ah, kau memang menggoda, kersen. Tapi kau tak mampu kuraih." Gumamnya. "Kau tahu, kan, kersen? Ada orang yang bisa menjadi Nabi setelah berteduh di bawah pohon. Mungkin pohon itu adalah pohon kersen. Pohon itu bisa jadi merupakan nenek moyangmu! Kau mempunyai darahnya!" Muni tersenyum mendengar gumaman yang keluar dari diri sendirinya itu.

Dia melanjutkan, "Bisa jadi setelah berteduh di bawahmu, aku yang diutus menjadi Nabi." Dia terdiam sejenak. "Sial, bagaimana jika benar aku nanti diutus jadi Nabi? Seperti halnya Musa yang tiba-tiba mendengar perintah untuk melawan Firaun? Terkejutlah aku! Bagaimana jika nanti aku harus melawan Firaun? Tapi Firaun mana yang harus kulawan? Presiden? Berapa orang nantinya yang harus kuhadapi? Siapa nanti yang akan menjadi "Harun" untuk menemaniku melawan?" Pertanyaanpertanyaan itu hinggap begitu saja di benaknya.

"Iya! Aku tahu kersen! Bagaimana jika kauyang menjadi Harun-ku? Kita akan melawan oknum-oknum pejabat dan kezalimannya kepada rakyat! Kita akan buat partai. Ya, sebuah partai! Bagaimana jika namanya 'PKI' yang merupakan singkatan dari 'Partai Kersen Indonesia'? Kau pasti suka, kersen! Yes! Kita akan melawan mereka dengan demokrasi! Ini kan, negara demokrasi? Di negara demokrasi, rakyat yang memilih, dan banyak cara untuk mendorong mereka agar memilih kita!"

Dirasanya lelah bergumam, ia meminum kembali air dinginnya. Namun suara glekglekan-nya kini terdengar lebih teratur. Lebih lambat. Tak ada desahan keluar dari mulutnya. Yang ada di benaknya kini ialah bagaimana PKI bisa mengambil alih untuk memimpin negri.

"Partai ini kita buat untuk bangsa dan negara. Jika Musa berusaha membebaskan kaumnya dari perbudakan, maka partai kita berusaha untuk membebaskan rakyat dari perbudakan-perbudakan juga. Perbudakan ekonomi, perbudakan pendidikan, perbudakan politik, dan mungkin masih banyak perbudakan-perbudakan lainnya yang tidak terlihat. Nah! Dengan PKI menguasai negri, perbudakan-perbudakan itu haruslah dihapuskan! Oleh karenanya, kersen, kau harus nyapres!"

Muni melanjutkan "Begini kersen, aku tidak akan berada di depan, biarkan aku berada di belakangmu. Biarkan aku yang mengakali, kau yang mengeksekusi. Kau, kan, terlihat manis dan menggoda, rakyat pasti senang! Rakyat akan tergoda oleh dirimu. Mereka akan jatuh cinta kepadamu! Ingat, kersen, jika kau diminati, disukai, dicintai, itu artinya kau dipercayai. Jika kau sudah dipercaya, maka kau bisa mendapatkan apapun yang kau mau! Oleh karenanya, kersen, aku rasa biar kau yang maju nyapres!"

Sambil meminum air dinginnya, Muni melanjutkan, "Tapi kersen, itu tidak semudah mengedipkan mata. Sekarang ini, kalau kau melihat berita, beberapa partai sudah menyiapkan capresnya. Mereka sudah berani untuk mulai 'bermain' pada bukan waktunya. Tokoh-tokoh yang dicapreskan itu merupakan figur, yang terkenal sudah disukai rakyat. Sedangkan kita, kersen, masih baru tampil. Kau yakin, kita bisa menang? Tapi, bukankah Musa dan Harun pun bermodalkan keyakinan? Ah, aku sih, yakin, kita pasti bisa!"

"Ketika nanti namamu sudah menjadi 'Presiden Kersen', kau bisa mengubah negeri ini. Dari kegelapan, menuju terang benderang! Tapi tunggu dulu. Kau tahu, ketika Musa berhasil menyelamatkan kaumnya dari perbudakan Firaun hingga mereka akhirnya bisa merasakan kebebasan, banyak di antara mereka yang justru melawan Musa. Kaum Musa itu menjadi keras kepala, ngeyel, susah diatur. Dibuat pusing kepala Musa oleh tindak laku mereka. Jadi, kersen, mengambil alih negeri ini saja tidak cukup. Kita harus mempersiapkan diri kita untuk menghadapi rakyat kita nanti. Bukankah begitu, kersen?" Buah-buah kersen itu terdiam, dan Muni kembali meminum air dinginnya.

Komentari Tulisan Ini
Tulisan Lainnya
Secangkir Kopi #03: Abu Lahab Pun Senang Dengan Kelahiran Nabi Muhammad SAW

Oleh: Abdul Munawar, M.Pd Kisah Abu Lahab merasa senang dengan kelahiran Nabi Muhammad SAW hingga diringankan siksanya setiap hari Senin, ini menjadi ibrah bagi Muslim untuk bergembira

12/10/2023 07:49 - Oleh Administrator - Dilihat 551 kali
Cerpen: Cincin Emas di Barang Bekas

Teks: ChatGPTGambar Ilustrasi: Dall-E Di tengah kota kecil yang tenang, tinggalah seorang lelaki bernama Agus. Ia adalah seorang penjual barang bekas yang dikenal oleh semua orang di s

24/08/2023 16:16 - Oleh Administrator - Dilihat 482 kali
Seduh Inspirasi #01: Guru di Negeri Wano

Oleh: Nailul Ambari Fauzi, S.Pd. Sekilas saya ingin mengingatkan kita semua bahwa di negara tetangga sudah mulai memasuki era society 5.0. Lantas kenapa? Seperti biasa negeri kita adal

24/08/2023 07:44 - Oleh Administrator - Dilihat 161 kali
Secangkir Kopi #02: Kekuatan Doa

Oleh: Abdul Munawar, M.Pd Setiap orang tentu ingin sukses tercapainya setiap urusan yang dicita-citakan dan puncaknya ingin bahagia Dunia dan Akhirat. Namun realitanya banyak harapan y

21/08/2023 13:35 - Oleh Administrator - Dilihat 299 kali
Secangkir Kopi #01: Biarlah Allah Saja Yang Tahu

Oleh: Abdul Munawar, M.Pd Kalau ditela'ah dalam menjalankan program, kegiatan yang diagendakan sekolah atau lembaga pendidikan lainnya itu sebenarnya hanya sebatas proses Ujian kesungg

13/03/2023 10:00 - Oleh Administrator - Dilihat 531 kali